Profesor Suhandi Cahaya sang Ahli Hukum
14 Oktober 2021 | Dilihat: 3626 Kali
noeh21
    


JAKARTA, bravo8news || Menjadi sesosok yang ahli pada suatu bidang, harus memiliki kemampuan yang mempuni. Tak sembarang orang mampu melakoninya, sekalipun bergelar profesor dengan titel kesarjanaannya banyak. Apalagi pada bidang hukum, dimana seorang ahlinya itu harus mampu memberikan saran, pertimbangan, pemecahan masalah, telaah, serta perumusan analisa dan kebijakan berkeadilan.

Kemampuan ahli hukum sangat dibutuhkan untuk kasus pidana maupun perdata di peradilan. Dalam konteks peradilan, keterangan ahli hukum atau biasa disebut “saksi ahli” sama artinya dengan pembuktian (alat bukti), dan keterangan saksi yang mengetahui persis suatu peristiwa (pidana – perdata).

Karena itu, ahli hukum dibutuhkan oleh Kepolisian, Kejaksaan dan hakim yang tengah memproses suatu perkara yang berkaitan dengan hukum. Kemampuannya itu dijadikan pertimbangan dan perumusan analisa. Dan tak tertutup kemungkinan dijadikan pula sebagai alat bukti.

Namun demikian, dalam satu perkara hukum kadang ada disertakan dua ahli hukum yang berbeda pendapatnya. Hal ini tergantung siapa menyertakannya, apakah terlapor, jaksa atau pelapor (pidana). Apakah mewakili tergugat, atau penggugat (perdata). Di mana kemudian, pertimbangan dan perumusan analisanya cenderung memihak yang membutuhkannya. Ini wajar, dan tidak melanggar ketentuan.

Menurut Prof. Dr Suhandi Cahaya, ahli hukum pidana/perdata yang sudah puluhan tahun menjadi “saksi ahli” bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK); Kepolisian; Kejaksaan dan hakim di persidangan, bahwa ahli hukum bukan profesi seperti halnya advokat.

“Ahli hukum, umumnya, merupakan utusan dari perguruan tinggi atas permintaan institusi atau individu. Hal ini atas dasar keilmuan atau kepandaian yang dimilikinya,” jelasnya.

Lantas, siapa yang membayar jika suatu perkara hukum dilibatkan di dalamnya ahli hukum? “Yang membayar, yang mengundang. Apakah itu institusi pemerintah seperti Kejaksaan, Kepolisian, lembaga negara macam Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau firma hukum. Kehadiran saya sebagai ahli hukum, sudah dianggarkan oleh pemerintah. Ada budget-nya,” kata advokat senior dari Asosiasi Advokat Indonesia (AA) tanpa merinci besaran honornya.

Secara hukum, lanjut Prof. Suhandi Cahaya, keberadaan atau keterangan ahli hukum diatur di dalam pasal 184 ayat (1b) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal tersebut menetapkan, bahwa keterangan ahli hukum merupakan alat bukti yang sah dalam suatu perkara pidana maupun perdata, seperti halnya keterangan saksi, terdakwa, dan surat pentunjuk.

“Yang dimaksud saksi ahli, atau ahli hukum adalah seseorang yang mengerti hukum pidana maupun perdata, serta mampu membuat legal opinion atas kasus-kasus yang dijelaskannya kepada, baik di persidangan maupun ketika dimintai keterangan oleh Kejaksaan ataupun Kepolisian,” paparnya menjelaskan tentang ahli hukum atau saksi ahli, dan keterangan dijadikan alat bukti yang sah di pengadilan, sebagaimana ketentuan Pasal 183, 184 dan 186 KUHAP

Di atas Sumpah.

Pada bagian lain dikatakan professor ini, bahwa sifat keterangan saksi ahli atau ahli hukum berbeda dengan alat bukti lainya, seperti keterangan saksi, keterangan terdakwa dan bukti surat. Bedanya, kalau keterangan saksi ahli berkisar pada pengetahuan, atau keilmuan maupun pengalaman dirinya berkaitan dengan persoalan hukum.

“Sementara keterangan saksi, keterangan terdakwa dan bukti surat, kaitan dengan fakta pidana. Dan keterangan seorang ahli hukum tidak akan berhubungan langsung dengan fakta kasus,” kata Prof Suhandi Cahaya.

Dia juga mengingatkan, bahwa seorang ahli hukum setiap kali memberi keterangan terikat dengan sumpah. Hal ini diatur di dalam Pasal 120 ayat (2) KUHAP. Yakni, saksi ahli atau ahli hukum harus bersumpah, atau mengucapkan janji setiap kali memberi keterangan menurut pengetahuannya.

“Artinya, setiap ahli hukum memberi keterangan untuk suatu proses hukum, harus disumpah terlebih dahulu. Ya, mesti di atas sumpah. Namun begitu, ada pengecualiannya. Yakni, dikecualikan karena berkaitan dengan harkat serta mertabat, pekerjaan atau jabatan yang mewajibkan saksi ahli atau ahli hukum menyimpan rahasia, sehingga dapat menolak memberikan keterangan yang diminta,” ungkapnya lebih jauh.

Sumpah, menurut Prof. Suhandi Cahaya, mengharuskan seseorang bersikap jujur karena urusannya kepada Tuhan. Oleh karenanya, setiap pendapat ahli hukum harus berdasarkan pendidikan, pengalaman dan keahliannya. Mengingat yang diberikannya Kejaksaan, Kepolisian dan hakim merupakan “bukti ahli”.

“Sekali lagi saya ingatkan, bahwa keterangan saksi ahli atau ahli hukum merupakan alat bukti yang sah menurut hukum. Diatur oleh perundang-undangan,” tegas ahli hukum yang sudah menjadi saksi ahli di seratus empat puluh satu perkara.

Dan ternyata, profesor yang satu ini, disamping kesibukannya mengajar di beberapa universitas, sebagai advokat, kurator dan pengurus organisasi advokat, ternyata juga penulis buku produktif.

“Buku yang saya tulis ada 61 buku, seluruhnya menyangkut tentang hukum. Ada yang dijual bebas, ada pula untuk kalangan mahasiswa saya,” pungkasnya.
(H.Sinano Esha)